Paradigma kecedasan yang lazim digunakan selama ini, yaitu IQ, EQ, SQ belum mampu menjawab tujuan Pendidikan secara komprehensip terutama yang terkait dengan membangun dimensi iman, taqwa dan ahlak mulia.
Untuk itu perlu penerapan paradigma pendidikan ruhani untuk memberi pesan kebaikan dan kebenaran yang hakiki yang menjadi kekuatan membimbing paradigma kecerdasan IQ, EQ dan SQ dalam membangun pendidikan holistic untuk pencapaian tujuan pendidikan nasional (Iskandar et al., 2019) (Gebre et al., 2015).
Pendidikan ruhani merupakan proses manusia memahami ruh sebagai sumber kecerdasan yang tertinggi yang diberikan langsung oleh Allah kepada setiap manusia yang dapat mempengaruhi kesadaran melalui nikmat/rasa yang terpancar dalam suara hati kebenaran.
Ini merupakan sumber dari kecerdasan hakiki yang menggerakan potensi kecerdasan yang dimiliki oleh manusia yang mempengaruhi diri dalam mengambil keputusan atau melakukan pilihan dalam berperilaku.
Merujuk pada pendapat Ushuluddin et al., (2021), tentang ruh yang ada dalam diri setiap manusia sebagai sumber kecerdasan yang dijelaskan dalam konsep kecerdasan spiritual Spiritual Quotient (SQ) sebelum ini belum menawarkan pengetahuan penting yang mampu menjelaskan asal usul kecerdasan kita.
Ruh sebagai sumber kecerdasan spiritual dalam perspektif Islam, Ruhani Quotient yang mengacu pada nash (kitab suci), yang terutama diperoleh dari ayat-ayat Alquran suci atau tafsir ulama mengenai konsep ruh yang ditulis dalam berbagai buku klasik.
Informasi yang diperoleh dari berbagai referensi ini kemudian dikategorikan ke dalam konsep yang relevan dan disajikan secara deskriptif-interpretatif .
Dimensi ruhani dalam diri manusia adalah inti dari anatomi spritual yang melakukan pendakian atau perjalanan mi’raj dalam rangka berdialog dengan Allah swt, sebuah proses transendensi berpindahnya jiwa menuju Allah SWT.
Melalui salat manusia bisa berdialog dan berkomunikasi dengan Allah SWT. Salat adalah kontak langsung antara hamba dengan Allah SWT.
Siapa yang salat dengan khusyu’ maka tiada hijab antara Allah SWT dengan hambanya terjadi komunikasi bathin seperti saat dalam posisi sujud dengan menyadari diri sebagai seorang hamba Allah yang merasa tidak ada apa-apanya dan merasa hina serta kecil di hadapan-Nya.
Sehingga, sifat sombogn dan anggkuh yang ada pada kita bisa tekan dan sebaliknya bersifat tawadhu’ (rendah hati) (Akmansyah, 2016; Muhammad Suwardi: 1991).
Proses transendensi atau relasi vertikal tersebut meniscayakan ruh untuk patuh dan taat dalam menerima perintah yang datang dari wujud yang disembahnya.
Di sini, terjadi proses pendidikan holistik yang dilakukan oleh ruh dalam nuansa kerohanian yang menjadi cikal bakal kecerdasan ruh itu sendiri, yaitu kecerdasan ruhiologi (RQ).
Kecerdasan ruhiologi (RQ) adalah kecerdasan yang berasal dari sisi dalam manusia yaitu “ruh”. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan awal yang dimiliki oleh manusia yang merupakan sumber dari ketiga kecerdsan IQ, EQ, dan SQ. Kecerdasan ruhiologi (RQ) adalah kecerdasan yang berasal dari hubungan vertikal (manusia-ruh-Tuhan) melalui pengetahuan agama yang bersifat nonfisik material.
Hal ini tentu berbeda dengan banyak kecerdasan lainnya seperti IQ, EQ, dan SQ yang seringkali bebas nilai sehingga membuat manusia kehilangan ketenangan dalam hidupnya (Iskandar et al., 2019; Baharuddin & Ismail, 2015).
Formulasi kecerdasan ruhiologi sebagai solusi bagi pendidikan nasional di Indonesia. dimensi kajian ruhiologi (Iskandar et al., 2019; Ushuluddin et al., 2021) dari nilai ajaran agama islam yaitu dimulai dari mengenal diri - ibadah- dan puncaknya adalah perubahan tingkah laku/watak atau akhlak dengan cara melenyapkans penyakit hati. Akhlak menurut pendapat Al-Jurjani adalah istilah sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berpikir dan merenung.