Artinya, tanpa kecerdasana ruhiologi maka kecerdasan-kecerdasan yang lain akan terasa hampa, bahkan bebas nilai yang pada akhirnya menjauhkan manusia dari asal kejadiannya (Sugiarto, 2019).
Dalam perspektif Islam, ruh ditiupkan oleh Allah SWT untuk menyempurnakan proses penciptaan manusia. Akal atau perasaan adalah potensi dasar ruh sebagai nikmat Ilahi dari Allah SWT.
BACA JUGA:Lebaran, Polda Jambi Gelar Salat Ied Bersama Warga
BACA JUGA:Rayakan Lebaran Idul Fitri dengan Berlaga di Kejuaraan Bulu Tangkis Piala Asia 2024
Dengan demikian, hakikat ruh adalah kebenaran karena berasal dari Allah SWT dan bersemayam di dalam hati (al-qalb) yang memancarkan akal/perasaan ke seluruh indera termasuk akal manusia.
Ruh yang bersemayam di hati (al-qalb) selalu cenderung menyuarakan kejujuran/kebenaran (shiddiq), bertanggung jawab (amanah), menyampaikan kabar gembira (tabligh), dan memiliki kecerdasan (fathanah) (Baharuddin & Ismail, 2015).
Dengan perasaan sebagai nikmat ilahi yang ada dalam ruh, manusia mampu berpikir menggunakan akal/akal (al-aql) dari otak. Hal ini selanjutnya mendorong akal/akal untuk berpikir melalui berbagai imajinasi yang pada akhirnya menghasilkan pemahaman.
Pikiran dan pikiran yang berkembang melalui imajinasi menghasilkan pemahaman, akibatnya menghasilkan pengetahuan jasmani.
Berbeda dengan Intellectual Quotient, Emotional Quotient, atau Spiritual Quotient, Ruhani Quotient) didasarkan pada ruh, dimana ruh berfungsi sebagai sumber dari semua kecerdasan manusia karena memiliki kemampuan untuk merasakan dan merasakan (Iskandar et al., 2019).
Indera/persepsi itu sendiri adalah pengetahuan yang selanjutnya mengarah pada Ruhiologi. Ruhiologi menempatkan ruh sebagai pengetahuan luas yang menghasilkan beberapa pengetahuan jasmani.
Dengan demikian, Ruhiologi tidak hanya membahas pengetahuan jasmani, tetapi merupakan pengetahuan yang luas tentang kebijaksanaan dan kecerdasan. Pengetahuan jasmani dan pengetahuan luas menjadi dua entitas berbeda yang ditemukan dalam diri manusia.
Pengetahuan yang luas (kebijaksanaan dan kecerdasan) mengacu pada nikmat indera/persepsi yang melekat di dalam ruh, sedangkan pengetahuan jasmani mengacu pada hasil yang dibawa oleh nikmat indera/persepsi tersebut yang ditemukan di dalam ruh.
Pembentukan spritualitas yang baik dan benar sangat diperhatikan oleh agama, Rasulallah saw sangat memerhatikan pembinaan rohani untuk memperdalam keimanan dan ketakwaan.
Tidak disangkal lagi bahwa hal itu merupakan fase penting dalam mempersiapkan mental kaum muslimin sehingga mereka pun berada dalam kesiapan total untuk mengubah perilaku, kebiasaan, pikiran, dan sistem hidup secara total (Najati, Muhammad Utsman, 2005).
Salat lah satu-satunya cara menyembah Allah swt dan dalam al-Qur’an disebutkan bahwa tujuan shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. “Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”. (al-Ankabut:45)
Inilah pendidikan ruhani yang berimplikasi pada perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, terdapat hubungan yang erat antara ibadah yang telah Allah SWT tetapkan dengan implikasinya dalam kehidupan sosial.