“Saya mulai berkebun sawit sejak 2017. Karena pada waktu itu saya belum memahami pentingnya pengunaan bibit sawit unggul, awalnya saya masih menggunakan bibit abal-abal yang penting murah. Namun panen bibit tersebut lama karena harus menunggu sekitar empat tahun. Berat rata-rata TBS yang dihasilkan pun sangat kecil padahal sudah banyak di pupuk. Untungnya, di awal 2019 saya bertemu Tim Kemitraan Asian Agri yang mengajak saya dan rekan-rekan menjadi mitra swadaya dan diajarkan cara melakukan budidaya sawit dengan baik dan ramah lingkungan. Saat itulah kami dikenalkan dengan bibit unggul Topaz,” sambung Nuryanto yang memiliki luas lahan yang ditanami bibit Topaz seluas 20 ha. Sepuluh hektar, atau setengah dari lahan tersebut sudah berstatus TM sementara sisanya belum.
Nuryanto menuturkan bahwa penggunaan bibit sawit unggul Topaz dan pendampingan Tim Kemitraan Asian Agri membuat hasil panennya lebih baik.
Pada panen perdana di usia tiga tahun, kebun ini sudah berbuah dan berat rata-rata TBS yang dihasilkan lebih besar.
BACA JUGA:Anies-Muhaimin Ucapkan Selamat untuk Prabowo-Gibran: Selamat Menunaikan Harapan Rakyat
BACA JUGA:Rabu 24 April 2024, KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Sebagai Pemenang Pilpres 2024
Dari waktu dua tahun tanam (2019-2020), dari luasan 6 ha, saat ini dapat mencapai produksi rata-rata 2 ton/Ha/bulan dan yang tertinggi pernah mencapai 3 ton/Ha/bulan.
Nuryanto bahkan tak ragu mengimbau rekan-rekan petani lainnya untuk tidak ragu menggunakan bibit sawit unggul ketika kebunnya sudah memasuki usia replanting.
“Kalau saya percayanya sama bibit sawit unggul Topaz. Alhamdulillah, sejak menggunakan bibit sawit unggul Topaz, hasil kebun berlimpah dan ekonomi keluarga juga meningkat,” tutupnya. *