Hal itu berbeda dengan ketika dia menjadi nelayan, yang meskipun penghasilannya tidak seberapa dibandingkan dengan menebang hutan, dia mengaku uangnya lebih berkah dan dapat dihasilkan secara rutin.
BACA JUGA:Hingga Juli 2024, Kasus DBD di Tanjab Timur Meningkat Drastis
Lelaki itu mengaku menyesal ketika mengetahui bahwa pohon kayu meranti, kini sudah semakin sedikit akibat dari perbuatan dia dan kawan-kawannya.
Kesadaran itu muncul setelah beberapa kali ia mendapatkan pencerahan dari petugas TNBS mengenai upaya pelestarian lingkungan dan dampak dari kerusakan hutan yang tidak segera dihentikan.
Tidak hanya itu, bersama belasan warga desa lain, pria berusia 32 tahun tersebut kini juga menjadi anggota kelompok masyarakat yang membudidayakan lebah madu.
Meski tidak besar, upaya itu cukup menambah penghasilan mereka sebagai nelayan, yang kerap mereka lakukan di zona tradisional TN Berbak Sembilang.
BACA JUGA:Pj Wali Kota Jambi Buka Sosialisasi Pajak Opsen PKB/BBN-KB, Ini yang Disampaikannya
BACA JUGA:Awas! Kosmetik dan Obat Tradisional Berbahaya Beredar di Bungo, Mengandung Bahan Kimia
Untuk sampai ke titik kesadaran tersebut, membutuhkan waktu dan proses yang tidak sebentar. Pendekatan dimulai dari penyadaran oleh personel TN Berbak Sembilang secara kontinu dan berkelanjutan.
Berkat usaha yang tidak mengenal lelah dari personel taman nasional, warga desa mulai paham bahwa aktivitas ilegal dari menebang hutan itu tidak akan membuat mereka sejahtera.
Akhirnya, mereka menyadari bahwa aktivitas penebangan ilegal itu memiliki risiko tinggi di dalam hutan. Selain ada polisi hutan yang mengintai, mereka juga bisa menjadi sasaran mangsa dari hewan liar dan buas.
Untuk membawa Hilmi dan kawan-kawan berhenti dari mengincar kayu di hutan untuk ditebang itu, memang memerlukan kesabaran dan pola-pola pendekatan ala masyarakat desa.
BACA JUGA:Puncak Hari Anak Nasional Kota Jambi Berlangsung Meriah, Ini Kata Sekda A Ridwan
BACA JUGA:Kemarau di Jambi Bikin Kekeringan, Lahan Sawah di Kerinci Jadi Lapangan Bola Dadakan
Dengan ketekunan dan komitmen untuk menyelamatkan lingkungan dan alam, akhirnya masyarakat sadar bahwa mereka sendiri yang nantinya akan terkena dampak dari aksi perusakan hutan itu, termasuk anak keturunannya.