Selain berdampak pada terjadinya bencana alam dan lingkungan, penebangan liar itu juga dapat merusak keanekaragaman hayati dan sehatnya ekosistem yang dibutuhkan untuk mendukung kelangsungan alam yang juga dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup.
Berkaca pada keberhasilan yang kini telah ditempuh Hilmi dan beberapa warga lainnya, manajemen TNBS akan menduplikasi pola pendekatan yang ke masyarakat desa lainnya yang kini masih menjadi pelaku pembalakan liar.
Mengingat kebanyakan pembalak itu bermotif masalah ekonomi, maka penyediaan lapangan alternatif untuk mencari nafkah dengan cara legal dan ramah lingkungan menjadi pilihan yang tepat.
BACA JUGA:Ketua DPRD Anita Yasmin Sayangkan Apel Siaga Karhutla Tak Dihadiri Perusahaan
Warga tetap bisa memanfaatkan potensi yang disediakan oleh alam di kawasan hutan itu, namun tidak membawa dampak merusak bagi lingkungan, seperti memanfaatkan potensi peternakan lebah yang madunya bisa dijadikan sandaran hidup oleh warga desa.
Kepala Seksi Wilayah I TNBS Bobby Sandra mengatakan bahwa pembalakan liar muncul karena adanya kebutuhan masyarakat lokal maupun yang berasal dari luar wilayah, bahkan sampai dari Pulau Jawa akan kayu-kayu tersebut, salah satunya untuk membuat kapal.
Masalah tersebut menjadi salah satu isu yang menjadi perhatian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan membutuhkan pelibatan masyarakat lokal untuk mencegah hal tersebut terus terjadi.
Karena itu TNBS terus berupaya melahirkan Hilmi-Hilmi lain yang ternyata bisa beralih profesi dengan tetap bersahabat dengan hutan.
BACA JUGA:Apel Siaga Karhutla, Wabup Bakhtiar Peran Perusahaan Penting Tangani Karhutla
BACA JUGA:Kelompok Usaha Bersama UMM Desa Suka Maju Antusias Sambut Kedatangan Ketua Tim Wasev
Kawasan konservasi
Aliran Sungai Air Hitam Dalam menggiring perahu secara perlahan, melewati juntaian dahan pohon tumbuh mendekat ke arah air. Itulah perjalanan yang harus dilewati pengunjung ketika ingin sampai ke kawasan Simpang Bungur, bagian dari Taman Nasional Berbak dan Sembilang (TNBS), Jambi.
Simpang Bungur berada tepat di wilayah Taman Nasional Berbak Sembilang, yang merupakan kawasan konservasi hutan rawa terbesar di Asia Tenggara.
Ketika sampai di lokasi itu, sebuah pos resor sudah menyambut di dekat gerbang dalam situs Ramsar yang merupakan konvensi internasional untuk melindungi ekosistem lahan basah.
Simpang Bungur sendiri menjadi salah satu lokasi inisiasi ekowisata yang dapat dikunjungi oleh turis, untuk merasakan pengalaman bertualang di dalam kawasan hutan ekosistem gambut dan rawa yang dimiliki TN Berbak Sembilang.