JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID, JAKARTA – Harga emas meninggalkan level tertinggi lebih dari lima bulan, Selasa, karena data penjualan ritel Amerika yang optimistis untuk periode Oktober membuat mata uang dolar menguat, hal itu kemudian menyebabkan logam kuning itu lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Harga emas di pasar spot turun 0,6 persen menjadi USD1.851,80 per ounce pada pukul 01.41 WIB, setelah sebelumnya menyentuh USD1.876,90 per ounce, tingkat tertinggi sejak 14 Juni, demikian mengutip laporan Reuters, di Bengaluru, Selasa (16/11/2021) atau Rabu (17/11/2021) dini hari WIB.
Sementara itu, emas berjangka Amerika Serikat ditutup 0,7 persen lebih rendah menjadi USD1.854,10 per ounce.
Penjualan ritel di Amerika Serikat meningkat lebih dari ekspektasi, pada Oktober, memberikan dorongan ekonomi di awal kuartal keempat dan mengirim dolar ke level tertinggi 16 bulan.
Laporan itu menunjukkan konsumsi dapat mengatasi lonjakan harga dan tetap cukup kuat, yang positif bagi selera risiko, kata Edward Moya, analis OANDA.
Emas melesat lebih dari 2 persen sejak Selasa setelah data menunjukkan indeks harga konsumen AS melonjak pada Oktober.
“Gagasan bahwa inflasi Amerika belum mencapai puncaknya akan membuat emas tetap diburu, selama The Fed tidak menyimpang dari pendekatannya yang sabar terhadap kenaikan suku bunga,” kata Han Tan, Chief Market Analyst di Exinity.
Presiden Federal Reserve Richmond, Thomas Barkin, Senin, mengatakan The Fed tidak akan ragu untuk menaikkan suku bunga, tetapi bank sentral harus menunggu untuk mengukur apakah inflasi dan kekurangan tenaga kerja terbukti lebih tahan lama.
Kenaikan suku bunga cenderung membebani emas, karena mendorong imbal hasil obligasi, meningkatkan opportunity cost memegang logam kuning.
Perak turun 0,9 persen menjadi USD24,81 per ounce dan platinum anjlok 2,2 persen menjadi USD1.063,50 per ounce. Paladium naik 0,5 persen menjadi USD2.163,93 per ounce, mencapai level tertinggi dalam sebulan. (git/fin)