Ranperda Masyarakat Hukum Adat Jambi Masuk Pembahasan DPRD Provinsi Jambi
Bukit Raya Desa Berkun Limun Sarolangun masyarakat desa mengajukan hak kelola hutan adat, namun mereka masih menunggu tahapan pengakuan MHA u dapat mengusulkan HUTAN Adat-Ist/jambi-independent.co.id-
Ada pun yang disebut dengan Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di Negara Indonesia. Sumbernya adalah ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah dan sumber daya alam di wilayah adatnya, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum yang berbeda, baik sebagian maupun seluruhnya dari masyarakat pada umumnya.
Legalitas untuk menjalankan atau menegakkan peraturan adat dapat membuat masyarakat punya posisi tawar dalam menjaga wilayah dan lingkungannya. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat Desa Rantau Kermas yang dapat menjatuhkan sanksi adat kepada pihak-pihak yang terbukti melakukan tindakan yang merusak Hutan Adat, seperti pemberlakuan denda beras sebanyak 20 gantang, kambing 1 ekor, dan uang sejumlah Rp 500,000,00.
BACA JUGA:PIP Unit Jambi Salurkan Sembako, Berbagi berkah Ramadhan
BACA JUGA:Libur Lebaran Idul Fitri, BPJS Kesehatan Pastikan Peserta JKN Tetap Bisa Akses Pelayanan Kesehatan
Ranperda ini menjadi urgen karena banyak faktor. Di Sarolangun, terdapat empat MHA yang sedang berproses yaitu Bukit Bulan, Datuk Nan Tigo, Sungai Pinang dan Batang Asai yang saat ini menantikan pengakuan masyarakat adat yang sekaligus berfungsi sebagai pengakuan hak kelola hutan adat. Pengakuan MHA Bukit Bulan akan mendorong pengakuan hutan Adat Bathin Batuah Berkun yang hingga kini belum bisa mendapatkan penetapan Hutan adat dari KLHK. Sementara saat ini kawasan ini terancam oleh masuknya aktivitas illegal seperti penambangan emas liar.
Pun di Kerinci, keterancaman pada wilayah adat juga dialami oleh Masyarakat Adat Depati Nyato. Pada tahun 2015 pernah terjadi konflik tenurial di masyarakat adat Depati Nyato. Seorang oknum terlibat praktik jual beli lahan di hutan adat. Hal ini juga beruntun pada konflik sosial dan budaya. Oleh karena itu, lembaga adat berembuk Hutan Adat harus segera mendapatkan legalitas. Karena dengan begitu masyarakat memiliki kekuatan hukum untuk melindungi kawasannya. Masyarakat Adat Depati Nyato was-was, jika ada pihak lain yang mencaplok wilayah adat mereka. Mengingat wilayah hutan adat berada di luar kawasan hutan negara, namun memiliki peranan penting dalam fungsi ekologis sebagai penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan penopang pertanian masyarakat.
“Kita berharap Ranpreda MHA ini segera disahkan, sehingga bisa mempercepat pengakuan hutan adat di masyarakat. Mengingat keterancaman wilayah yang dihadapi oleh masyarakat juga semakin tinggi,” tutup Adi. *
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: