JAKARTA, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Subsidi BBM yang digelontorkan oleh Pemerintah Indonesia hingga saat ini dinilai tidak tepat sasaran.
Hingga saat inipun masih banyak masyarkat Indonesia terutama dari kalangan menengah ke bawah belum merasakan subsidi BBM.
Salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) yang menilai anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak dirasakan masyarakat bawah.
Padahal, subsidi BBM yang digelontorkan pemerintah mencapai Rp 502 triliun.
BACA JUGA:Banyak Jalan Rusak Akibat Angkutan Batu Bara, Pemprov Jambi Akan Minta CSR ke Perusahaan
BACA JUGA:Horee..! Harga BBM Resmi Turun, Cek Update Harga Hari ini 16 November 2022 di Sini
Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan menyebutkan pemerintah harus mengubah skema subsidi BBM agar tepat sasaran seperti dikutip dari JPNN.com
"Fiskal Indonesia untuk membayar subsidi sekitar Rp 502 triliun. Kalau anggaran itu digunakan untuk pertanian dan nelayan, bisa berdampak ekonomis yang tinggi bagi masyarakat bawah," kata Dani Setiawan pada diskusi virtual bertajuk Urgensi Subsidi Tepat Sasaran di Tengah Krisis Energi Global, Selasa 15 November 2022.
Selain itu, kata dia, subsidi BBM tidak memenuhi harapan masyarakat bawah.
Survei yang KNTI dilakukan pada 2021 dengan 300 nelayan memetakan penyaluran BBM bersubsidi dengan 5.900-an responden.
Hasilnya 82 persen nelayan kecil tidak memiliki akses untuk BBM bersubsidi.
BACA JUGA:Uang Ganti Untung Jalan Tol Jambi-Betung Diserahkan ke Warga Sungai Landai, Ini Kata Gubernur Jambi
BACA JUGA:Dapat Uang Ganti Untung Pembangunan Jalan Tol Ratusan Juta, Warga Desa Sungai Landai Kaya Mendadak
"Nelayan Indonesia hanya berlayar di wilayah kepualaun bukan di zona ekonomi ekslusif (ZEE) yang sumber daya ikannya jauh lebih kaya. Ditambah mereka harus membeli BBM, solar khususnya, dengan harga Rp 6.800. Sebelum naik Rp 5.150 sekarang Rp 6.000 hingga Rp 7.000," paparnya.
Artinya, lanjut dia, kalau harga solar sekarang Rp 6.800 lebih murah sebelum kenaikan harganya.
Namun, nelayan sekarang harus membeli solar itu mencapai Rp 9.000.
Nelayan kecil yang hidupnya jauh lebih sulit, harus membeli BBM jauh di atas harga pasar.
Mereka harus mendapatkan surat untuk mendapatkan subsidi solar yang membuat rumit para nelayan, aksesnya jauh dan bahkan tidak mengetahui adanya BBM bersubsidi.
BACA JUGA:Banyak Jalan Rusak Akibat Angkutan Batu Bara, Pemprov Jambi Akan Minta CSR ke Perusahaan
BACA JUGA:Ada Kemungkinan Naik, Dewan Pengupahan Kota Jambi Bahas UMK Kota Jambi
"Mahasiswa atau orang kota apakah harus menunjukkan SIM atau KTP untuk membeli pertalite? Tetapi nelayan untuk mendapatkan solar harus menunjukkan surat rekomendasi. Nelayan harus ke darat dulu untuk mendatangi kantor dinas perikanan terlebih dulu sebelum membeli solar. Itu pun banyak syarat-syaratnya," kata Dani.
Selain itu, Dani menyebut rata-rata subsidi solar kurang lebih 15,5 juta liter selama lima tahun terakhir, hanya 12 persen atau 1,9 juta liter yang diperuntukkan ke sektor perikanan.
"Tetapi dari jumlah tersebut yang terserap hanya dua persen dan sisanya entah menguap ke mana pun SPBU untuk nelayan pun sangat langka dan sulit dijangkau," jelasnya.
Pengamat Ekonomi Energi Mawardi mengatakan subsidi energi langsung tunai lebih tepat sasaran dibandingkan lewat BBM.
BACA JUGA:Netizen Puji Video Iringan Mobil Kapolda Jambi Ikut Berhenti di Lampu Merah, Ada Juga yang Nyinyir
BACA JUGA:Punya Banyak Massa, Duet Anies - Ganjar Dinilai Menarik
Pasalnya, sekitar 60 persen konsumsi BBM diserap sektor transportasi.
"Jika subsidi langsung seperti untuk rumah tangga miskin itu mempunyai fleksibilitas dalam membelanjakan. Subsidi BBM rawan akan terjadinya deviasi seperti inovasi tangki kendaraan dan lainnya juga lebih banyak dinikmati kalangan masyarakat mampu," tegas Mawardi. *