JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Rencana pemerintah menaikan biaya ibadah haji tahun 1444 Hijriah/2023 Masehi mendapat sorotan dari sejumlah kalangan.
Sebelumnya, Kementerian Agama mengusulkan biaya haji tahun 2023 naik menjadi Rp69.193.733 per jamaah, atau sekitar Rp30 juta dari tahun sebelumnya.
Usulan kenaikan biaya haji tersebut juga memunculkan kecurigaan tidak optimalnya pengelolaan dana haji yang dilakukan pemerintah.
Hal ini seperti disampaikan Rofik Hananto, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
BACA JUGA:Bejat! Bocah 13 Tahun di Kuala Tungkal Digilir 5 Pemuda dalam Semalam
BACA JUGA:Anggota TNI Polri Coba-Coba Bekingi Truk Batu Bara Masuk Kota, Ini Kata Kapolresta Jambi
Rofik bahkan meminta agar dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Rofik kepada awak media menyampaikan, kenaikan biaya haji ini menjadi alarm bagi pemerintah agar melakukan reformasi terhadap manajemen haji di Indonesia.
Menurut Rofik, manajemen haji memang perlu direformasi agar lebih efisien.
Selain itu, Rofik mengatakan keuangan haji juga harus dipastikan yang punya hak hasil investasi bisa mendapatkan sesuai haknya.
BACA JUGA:Berlaku Malam Ini, Truk Batu Bara Masuk Kota Jambi Didenda Rp50 Juta, Masih Berani Coba?
BACA JUGA:Rieke Diah Pitaloka Minta Rekrutmen Honorer Dilakukan Secara Berkeadilan
Jangan sampai, lanjut Rofik, ada yang berangkat haji sebenarnya menggunakan “uang” hak (hasil investasi) jamaah lainnya.
Anggota DPR RI Dapil Jawa Tengah VII itu menambahkan, berdasarkan temuan KPK, keuntungan pengelolaan dan investasi setoran awal dana haji Rp25 juta per calon jamaah haji selama 20-30 tahun sudah berkurang bahkan habis digunakan pemerintah.
Rofik menyebutkan, salah satu penyebabnya adalah keuntungan pengelolaan dana haji diambil pemerintah untuk menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dan Sukuk yang keuntungannya hanya 5%, sedangkan inflasi 5,4% sehingga keuntungan untuk jamaah habis.