JAKARTA, JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID - Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid berpendapat sanksi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP) kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari tidak akan berdampak apapun kepada pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Hal itu dikatakan Fahri merespon DKPP yang menjatuhkan sanksi kepada Ketua KPU dan 6 anggota lainnya karena dianggap melanggar kode etik terkait proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden.
Menurutnya, Gibran yang mendampingi calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto tetap sah dan konstitusional.
"Tidak mempunyai implikasi konstitusional serta hukum apapun terhadap pasangan Calon Presiden-Calon Wakil Presiden Prabowo Subianto Gibran dan Rakabuming Raka. Eksistensi sebagai "legal subject" pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah konstitusional serta 'legitimate'," kata Fahri dalam keterangannya, Selasa 6 Februari 2024.
BACA JUGA:Ditpolairud Polda Jambi Lepas 20.000 Bibit Ikan di Danau Sipin
BACA JUGA:Cek Jadwal Cuti Bersama Imlek 2024 di Sini Yuk
Fahri menjelaskan, dalam membaca putusan DKPP ini harus dilihat pada dua konteks yang berbeda, yaitu pertama status konstitusional KPU sebagai subjek hukum yang diwajibkan untuk melaksanakan perintah pengadilan yaitu Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam pencalonan peserta pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024.
Sedangkan yang kedua adalah bahwa dalam melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi "a quo" tindakan KPU dianggap tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu, sehingga berkonsekuensi terjadi pelanggaran etik.
Dikatakan Fahri, bahwa dalam pertimbangan yuridis putusan DKPP mengatakan bahwa dalam melaksanakan putusan MK, tindakan KPU selaku teradu tidak sejalan dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu.
"Artinya KPU seharusnya segera menyusun rancangan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai tindaklanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, tetapi pada hakikatnya itu merupakan ranah etik yang tentunya dapat dinilai secara etik sesuai Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu," ucap Fahri.
BACA JUGA:New Honda Stylo 160, Booking Fee Hanya Rp 500 Ribu Saja
BACA JUGA:9 Startup NextDev Tahun ke-9 Resmi Masuki Tahap Inkubasi NextDev Academa, Perkuat Fundamental Bisnis
Sementara itu, Guru Besar Hukum Konstitusi Universitas Pakuan (Unpak) Bogor Andi Asrun menilai sanksi DKPP terhadap KPU yang dinyatakan melanggar etik merupakan keputusan yang salah besar.
Sebab menurut Andi KPU hanya melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersifat self executing atau berlaku segera tanpa memerlukan undang-undang tambahan.
"Putusan DKPP itu salah besar, pertama bahwa KPU itu hanya melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah final bersifat self executing," ucap Andi.