Tiga area utama dalam otak—korteks insular, korteks parietal-frontal, dan korteks temporo-parietal—diketahui terlibat dalam pengaturan kesadaran diri, gerakan tubuh, dan proprioception (kemampuan untuk mengenali posisi tubuh dalam ruang).
Saat ketiga area ini terganggu atau tidak sinkron, hal tersebut dapat menciptakan persepsi adanya kehadiran makhluk lain yang sebenarnya tidak ada.
Studi ini juga menunjukkan bahwa fenomena penampakan bisa terjadi dalam kondisi biasa dan bukan hanya saat seseorang mengalami kondisi neurologis atau psikologis tertentu.
Hal ini menjelaskan bagaimana pendaki gunung dan penjelajah di lingkungan ekstrem sering kali melaporkan “melihat” atau “merasakan” kehadiran makhluk lain, terutama saat mereka berada dalam kondisi kelelahan, kekurangan oksigen, atau kedinginan.
BACA JUGA:Juventus Berhasil Tumbangkan Udinese 2-0: Gol Manis yang Mengubah Jalannya Pertandingan
BACA JUGA:Arsenal Tersungkur Lagi! Newcastle Sukses Permalukan 1-0 di Kandang, Ini Komentar Pelatih!
Fenomena ilusi hantu tidak terbatas pada eksperimen laboratorium; kondisi ekstrem seperti yang dialami para pendaki gunung atau penjelajah juga sering memicu pengalaman ini.
Misalnya, pada tahun 1970, pendaki gunung Reinhold Messner mengisahkan tentang pengalaman tak biasa saat mendaki dengan saudara laki-lakinya.
Dalam kondisi sangat lelah dan kekurangan oksigen, Messner merasa ada “pendaki ketiga” yang tidak terlihat tetapi terasa berada di dekatnya.
Fenomena ini dapat dijelaskan sebagai akibat dari sinyal sensorik dan motorik yang tidak selaras karena kondisi fisik dan mental yang tertekan.
Penelitian dari EPFL ini memberikan pemahaman baru bahwa pengalaman “melihat” atau “merasakan” kehadiran makhluk tak terlihat mungkin muncul akibat otak yang “bingung” dalam mengintegrasikan sinyal-sinyal dari tubuh dan lingkungannya.
BACA JUGA:Rekor Terhenti! Bournemouth Hajar Manchester City 2-1, Ini yang Terjadi di Lapangan
BACA JUGA:Pasca Debat Kandidat, Senam Agus-Nazar di Tebo Ulu Membludak
Ketika sinyal ini terganggu atau tidak sinkron, otak dapat menciptakan ilusi bahwa ada “sosok” lain di sekitar, sehingga menguatkan persepsi subjektif seseorang terhadap kehadiran makhluk tak kasat mata.
Penemuan ini juga memiliki implikasi dalam memahami kondisi neurologis dan psikis yang mungkin menyebabkan ilusi serupa pada pasien gangguan saraf atau kejiwaan.
Kondisi seperti skizofrenia, yang sering melibatkan halusinasi, mungkin dapat dijelaskan lebih lanjut dengan penelitian mengenai gangguan pada proses sensorimotor di otak.