Berdasarkan hasil penyelidikan, pada tahun 2021 Dinas Pendidikan Provinsi Jambi mengajukan anggaran DAK kepada Kementerian Pendidikan dengan nilai mencapai Rp122 miliar untuk SMK dan Rp51 miliar untuk SMA.
BACA JUGA:Tips PLN Amankan Listrik Rumah Saat Mudik Lebaran 2025
Dana tersebut dialokasikan untuk pengadaan peralatan praktik guna menunjang kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah.
"Penyelidikan kami menemukan bahwa pengadaan dilakukan melalui e-purchasing tanpa adanya harga pembanding. Proses klik surat pesanan bahkan dilakukan langsung oleh PPK bersama broker di Jakarta," jelas AKBP Taufik.
Temuan yang lebih mengejutkan adalah bahwa barang-barang yang dibeli tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan, tidak memenuhi standar Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dan tidak dapat difungsikan oleh sekolah penerima meskipun telah dibayar 100 persen dari nilai kontrak.
"Kemarin juga sudah dipanggil ahli dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), guna menilai kualitas barang dan menemukan adanya pelanggaran hukum," kata dia.
BACA JUGA:Tim SAR Temukan Ini saat Cari Warga Kumun yang Hilang di Renah Kayu Embun Sungai Penuh
BACA JUGA:Dosen Wajib Tahu! Menkeu Sri Mulyani Beberkan Rincian Besaran Tukin Dosen
Setelah diperiksa ternyata barang itu sudah dimark-up dan merugikan negara. "Intinya barang itu sudah tidak layak dipakai lagi," tegas Taufik.
Berdasarkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp21,8 miliar. Angka yang cukup besar ini menjadi dasar bagi penyidik untuk menetapkan ZH sebagai tersangka.