Abu Bakar tahu perasaan Bilal. Saat Bilal meminta izin untuk tidak mengumandangkan azan lagi, beliau mengizinkannya.
Saat Bilal meminta izin untuk meninggalkan Madinah, Abu Bakar pun mengizinkannya.
Bagi Bilal, setiap sudut Kota Madinah akan selalu membangkitkan kenangan akan Rasul, dan itu akan membuat dirinya merana karena rindu.
Ia memutuskan untuk meninggalkan kota itu untuk pergi ke Damaskus.
Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar ibn Al-Khaththab ke Syam.
Tujuan Umar menemuinya hanya satu, membujuknya untuk mengumandangkan azan kembali.
Dia menolak, tetapi bukan Umar namanya jika khalifah kedua tersebut mudah menyerah. ia kembali membujuk dan membujuk.
“Hanya sekali,” bujuk Umar. “ini untuk umat, umat yang dicintai Muhammad, umat yang dipanggil Muhammad saat sakratul-mautnya”
“Begitu besar cintamu kepada Muhammad, tidakkah engkau cinta kepada umat yang dicintai Muhammad?”
Bilal ter-sentuh. la setuju untuk kembali mengumandangkan azan. Hanya sekali, saat shubuh.
Pada hari akan mengumandangkan azan pun tiba. Tangis dan keharuan serta kerinduan kepada Rasulullah kembali membuncah.
Setelah sekian lama Bilal tak mengunjungi Madinah, pada suatu malam Rasullulah hadir dalam mimpi Bilal dan menegurnya, “ Ya Bilal, wa ma hadzal jafa ? (Hai Bilal kenapa engkau tak mengunjungiku ? Kenapa sampai begni?)!”
Dia pun terbangun, segera dia mempersiapkan perjalanan ke Madinah untuk menziarahi Nabi. Sekian tahun sudah dia meninggalkan Nabi.
Setiba di Madinah, Bilal menangis, melepas rasa rindunya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, sang kekasih.
Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa, mendekatinya. Keduanya adalah cucu Nabi Shallahu Alaihi Wasallam Hasan dan Husein.
Dengan mata sembap, ia beranjak tuk memeluk kedua cucu Rasulullah itu. Salah satunya berkata kepada Bilal radhiallah anhu.