Noviardi : Anomali Pertumbuhan Ekonomi Jambi

Noviardi : Anomali Pertumbuhan Ekonomi Jambi

Anomali pertumbuhan ekonomi Jambi-Foto : Dok Noviardo-

LPE Provinsi Jambi memperlihatkan dimana ekonomi Jambi dikelola secara autopilot. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) bertambah akibat meningkatnya jumlah penduduk yang searah dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

Dengan PDRB Rp 233 triliun (2021) dan jumlah penduduk 3.5 juta jiwa, pendapatan per kapita Provinsi Jambi mencapai Rp56, 24 juta.

BACA JUGA:Anti Ribet, Ini Cara Pinjol Legal OJK Limit Rp20 Juta

BACA JUGA:Update Harga BBM di Provinsi Jambi, 12 Februari 2023, Harga BBM Swasta Turun Loh, Cek di Sini

Kita bandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDRB) Kepulauan Riau sebesar Rp 249,08 triliun dengan jumlah penduduk 2,14 juta jiwa. Artinya PDRB per kapita provinsi dengan ibu kota Tanjung Pinang tersebut sebesar Rp 116,58 juta per kapita. 

Lalu, jika yang miskin tetap miskin, sesungguhnya pembangunan sudah kehilangan esensinya, dan inilah yang terjadi di provinsi Jambi. Pembangunan kurang bermakna bagi sebagian masyarakat.

Pengentasan kemiskinan dalam semua bentuk dan dimensinya adalah sebuah syarat yang diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan, inklusif dan adil yang menciptakan peluang yang lebih besar untuk semua golongan, mengurangi ketidaksetaraan, meningkatkan standar kehidupan dasar, mendorong pembangunan dan inklusi sosial yang adil, serta mendorong pengelolaan sumber daya alam dan ekosistem yang berkelanjutan dan terpadu. 

Penyebab meningkatnya angka penduduk miskin di Provinsi Jambi di antaranya, inflasi yang tinggi dan belanja yang kurang berkualitas dari pemerintah termasuk kenaikan BBM di akhir 2022 lalu telah menjadi penyumbang kemiskinan.

BACA JUGA:BREAKING NEWS: Kebakaran di Kuala Tungkal, Pemukiman Warga di Kelurahan Tungkal III Ludes

BACA JUGA:Bisa Menghilangkan Stress, Ini Manfaat Olahraga di Pagi Hari Bagi Kesehatan Jiwa

Soal inflasi, sebenarnya pemerintah provinsi relatip gagal mengantisipasi risiko inflasi tinggi tahun ini. Padahal, inflasi tinggi dapat menggerus daya beli masyarakat yang selama ini menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi lokal.

Dalam hal ini Gubernur dan jajarannya perlu mewaspadai risiko percepatan laju inflasi yang naik terlalu tinggi dan turun begitu cepat naik juga cepat atau bergerak liar. Kondisi ini menurutnya akan menimbulkan ketidakpastian, memangkas daya beli masyarakat miskin dan menahan pemulihan ekonomi.

Karena itu, ia menyatakan pemerintah harus melakukan berbagai upaya untuk menjaga inflasi agar tetap stabil. Upaya tersebut menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), gas, dan tarif listrik subsidi.

Kisaran inflasi yang terjadi pada kisaran 6 - 7 persen perlu diantisipasi karena kenaikan ini tidak seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi di masyarakat.

BACA JUGA:Ingin Berkendara Aman, Honda Sinsen Ajak Masyarakat Kenali Potensi Bahaya di Jalan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: