Dewan Pers: Revisi ke Dua UU ITE Ancam Kemerdekaan Pers
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menilai revisi ke dua UU ITE membungkam kebebasan pers.-ist/jambi-independent.co.id-
Ini karena karya jurnalistik yang didistribusikan menggunakan sarana teknologi dan informasi elektronik (di internet) terkait dengan kasus-kasus korupsi, manipulasi, dan sengketa, dapat dinilai oleh pihak tertentu sebagai penyebaran pencemaran atau kebencian.
Dengan ancaman hukuman penjara lebih dari enam tahun, aparat kepolisian dapat menahan setiap orang selama 120 hari, termasuk wartawan, atas dasar tuduhan melakukan penyebaran berita bohong seperti diatur dalam revisi kedua atas UU ITE ini.
BACA JUGA:Sambut Pergantian Tahun Baru 2024, Rumah Kito Resort Hotel Jambi By WH Hadirkan Summer Beach Party
"Pasal-pasal itu secara tidak langsung dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk membungkam pers, yang pada akhirnya akan menciderai upaya mewujudkan negara demokratis," kata dia.
Selanjutnya, Dewan Pers menilai pasal-pasal UU ITE tidak dapat digunakan terhadap produk pers sebagai karya jurnalistik yang sudah tegas dan jelas diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Sedangkan implementasi UU ITE sudah diatur dalam Pedoman Implementasi Undang-Undang ITE Nomor 229 Tahun 2021 berdasarkan Keputusan Bersama Menkominfo, Jaksa Agung dan Kapolri.
Pedoman tersebut menegaskan bahwa untuk pemberitaan di internet yang dilakukan institusi pers, yang merupakan kerja jurnalistik yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, diberlakukan mekanisme sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers sebagai lex spesialis bukan UU ITE.
BACA JUGA:Beberapa Zodiak ini Dijuluki Sipaling Mengeluh, Jarang Bersyukur
BACA JUGA:Polda Sumsel Acak-acak Diskotik di Kampung Baru Palembang, Ada Ekstasi di Lantai
"Untuk kasus terkait pers perlu melibatkan Dewan Pers,” kata dia. Namun demikian, Pedoman No 229/2021 akan menemui tantangan berat karena norma hukum yang memayunginya justru membuka celah penafsiran yang membelenggu kemerdekaan pers.
Sementara itu, dalam proses legislasi revisi kedua UU ITE, Dewan Pers menilai tidak ada transparansi dan keterbukaan untuk melibatkan partisipasi publik secara luas, terutama untuk mendengarkan berbagai masukan dari stakeholder yang berpotensi terdampak.
Hal ini menunjukkan ketidakseriusan lembaga eksekutif dan legislatif untuk menjalankan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang telah diubah menjadi UU Nomor 13 Tahun 2022.
Bahkan naskah revisi kedua atas UU ITE yang baru disahkan oleh DPR dan Pemerintah juga sulit diperoleh.
BACA JUGA:Duh..Segera Hindari Ya...Ini Penyebab Jerawat di Kulit Kepala, Jaga Kebersihan Rambut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: