Kasus Sumaryanto dan kejadian di Rutan Prabumulih memberikan gambaran yang mendalam tentang tantangan yang dihadapi dalam penegakan hukum dan rehabilitasi narapidana.
BACA JUGA:Bupati M. Fadhil Sambut Kepulangan 174 Jemaah Haji Asal Batanghari
Kondisi psikologis, pengawasan, serta rehabilitasi menjadi fokus perhatian yang perlu ditingkatkan untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa depan.
Tragedi Sumaryanto, seorang narapidana yang mengakhiri hidupnya di dalam tahanan, juga menggugah kesadaran kita tentang kompleksitas sistem peradilan pidana dan perlunya pendekatan yang lebih holistik dalam rehabilitasi narapidana.
Pemerintah, bersama dengan lembaga terkait, perlu terus berupaya untuk memastikan keamanan narapidana sambil menyediakan pendampingan psikologis yang memadai.
Keberadaan Sumaryanto mungkin telah berakhir, tetapi cerita ini memberikan pelajaran berharga tentang keadilan, keamanan di lapas.
BACA JUGA:Megawati Pengawal Konstitusi: Perjuangan seorang Ibu yang Tak Kunjung Usai
BACA JUGA:Kejati Jambi Gelar Bakti Sosial dalam Rangka HBA Ke-64 Tahun 2024
Selain itu, perlu perhatian serius terhadap rehabilitasi narapidana agar tidak hanya menghukum, tetapi juga memberi kesempatan untuk memperbaiki perilaku mereka di masa mendatang.
Hasil Visum Belum Menyimpulkan
Kedokteran Forensik RS Bhayangkara Muhamad Hasan Palembang masih belum dapat menyimpulkan penyebab kematian Sumaryanto alias Bondol (33), terpidana kasus pembunuhan pelajar di Musi Rawas. Sumaryanto ditemukan tewas di Lapas Klas 1 A Mata Merah dalam keadaan yang menggemparkan.
Setelah dilakukan pemeriksaan visum oleh dr. Indra Nasution Sp F, beberapa temuan menarik muncul.
"Yang kita jumpai adalah bekas luka jeratan yang menyatu di leher, kemungkinan itu simpul hidup. Namun, tidak ada tanda-tanda kekerasan pada bagian kepala, badan, kaki, dan tangan," ujar dr. Indra.
BACA JUGA:Antusias Warga Bertemu H Abdul Rahman untuk Dukung jadi Pilwako Jambi 2024